Mataram, – Dugaan mafia Pokok pikiran (pokir) DPRD NTB tengah disorot Lombok Global Institute (Logis) NTB. Itu menyusul legislatif menawarkan Pemprov NTB untuk menjual aset untuk menutupi utang yang nilainya sangat tinggi.
Direktur Logis NTB, Fihiruddin mengatakan, sudah menjadi rahasia umum legislatif dan eksekutif saling sandera jika terjadi masalah.
Kini dengan bertambahnya beban utang Pemprov, legislatif mengusulkan untuk menjual aset. Padahal utang tersebut sebagian besar dari pokir yang belum terbayar.
“Ada sekitar 400 miliar pokir belum terbayar. Sehingga legislatif mewacanakan Pemprov menjual aset. Padahal eksekutif tidak pernah ada rencana,” ujar Fihir Jumat, 28 Januari 2022.
Fihir mengatakan beban hutang tersebut akibat dewan tidak ingin dana pokir di-rekofusing.
“Utang muncul akibat anggota DPR tidak mau kena recofusing di masing-masing pokir. Itu mengakibatkan terjadinya akumulasi utang di Pemprov,” ujarnya.
Bahkan, Fihir menyebut ada dugaan mafia proyek berada di DPRD NTB. Padahal yang seharusnya mengeksekusi proyek adalah eksekutif. Sementara tugas legislatif sebagai pengawas.
Berdasarkan Permendagri 86/2017 diatur masalah pokir. Ketika legislatif turun ke basisnya, ada usulan pembangunan jalan, jembatan, bansos, ruang kelas, ponpes. Mereka tidak harus turun tangan mengeksekusi.
“Tetapi yang dicatat hari ini legislatif membuat diri mereka seperti makelar proyek. Saya minta APH turun cek berapa proyek,” ujarnya.
Logis akan melaporkan soal dugaan mafia pokir ini kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB dan aparat penegak hukum (APH).
“Kami akan laporkan oknum-oknum yang kami duga bermain ke BK dan tembusan ke APH. Supaya pokir dikelola eksekutif bukan legislatif,” ujarnya.
Fihir merasa geram saat eksekutif melakukan recofusing justru legislatif enggan pokir miliknya dilakukan recofusing. Namun justru kini setelah pokir tersebut belum terbayarkan, justru legislatif mendesak Pemprov NTB menjual aset.
“Sekitar 400 miliar belum terbayar. Ketika eksekutif recofusing. Pokir tidak mau recofusing,” ujarnya.
“Mereka menyarankan menjual aset agar pokir mereka terbayar. Sebagian besar utang Pemprov dari pokir yang belum terbayar,” katanya.
Fihir juga menduga dewan terkotak-kotak akibat pembagiandana pokir tidak merata. Lebih besar untuk pimpinan baik fraksi maupun komisi.
“Ada pembagian yang tidak merata saat pembagian pokir. Sehingga sekarang mereka berteriak. Saya menduga di Udayana terjadi fiksi-fiksi tidak kompak,” sebutnya.
Sementara itu, Ketua BK DPRD NTB Najamuddin Mustofa, mengatakan siap menerima laporan Logis untuk menindaklanjuti dengan pemanggilan oknum dewan yang diduga bermasalah.
“Saya prinsipnya menunggu laporan dan akan menindaklanjuti itu sesuai mekanisme di BK,” ujarnya melalui sambungan telepon.