Nusavoice- Setelah ketegangan yang meningkat selama berbulan-bulan antara Rusia dan AS terkait serangan Rusia ke Ukraina, hubungan bilateral kembali mencapai titik terendah. Kremlin menyebut AS sebagai “Musuh”.
Dikutip dari TRT, sekretaris pers Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov dilaporkan mengatakan, “Kita (Rusia) sekarang adalah negara musuh bagi mereka (Amerika), sama seperti mereka bagi kita,” dalam konferensi pers pada hari Selasa.
Kremlin sebelumnya menyebut AS dan negara-negara Barat yang mendukung Ukraina sebagai “Negara yang tidak bersahabat” atau “lawan” karena ketegangan yang tinggi terkait penggunaan senjata yang digunakan Ukraina yang berasal dari Amerika.
Namun, menurut Agentstvo, sebuah situs investigasi independen Rusia, ini adalah pertama kalinya Rusia secara terbuka menyebut AS sebagai negara “musuh”.
Matthew Bryza, mantan diplomat AS dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Azerbaijan mengatakan, bahwa pernyataa Rusia yang menganggap AS sebagai musuh bukanlah yhal yang mengagetkan.
Bryza menyebut pernyataan tersebut bertujuan untuk memecah belah anggota NATO
“Saya tidak khawatir mengenai pernyataan baru-baru ini karena doktrin keamanan nasional dan militer Rusia pada tahun 2014 dan 2022 mengidentifikasi Amerika Serikat sebagai musuh atau musuh utama Rusia. Tujuan utamanya adalah untuk menabur perpecahan dalam aliansi NATO, menjauhkan anggotanya dari satu sama lain dan, khususnya, dari Amerika Serikat,” kata Bryza.
Bryzka percaya bahwa tujuan Rusia adalah untuk mengintimidasi anggota NATO di Eropa agar percaya bahwa Amerika Serikat secara ceroboh menyeret mereka ke dalam konflik dengan Rusia.
Umum dikhawatirkan, perang dunia ke 3 akan dimulai jika Amerika dan Rusia berperang. Bahkan presiden AS Joe Biden mengkhawatirkan konflik Rusia Ukraina akan memicu ketegangan global yang akan mengarah ke perang dunia ke 3.
Peneliti Program on Science and Global Security – Universitas Princeton pada 2019 lalu sempat membuat simulasi jumlah korban jika terjadinya perang Nuklir antara Amerika dan Rusia.
Penelitian tersebut menyebutkan 34,1 juta orang bisa meninggal, dan 57,4 juta lainnya mungkin terluka hanya dalam beberapa jam pertama setelah dimulainya perang nuklir antara Rusia dan Amerika Serikat yang dipicu oleh satu senjata nuklir berdaya ledak rendah.
“Risiko perang nuklir telah meningkat secara dramatis dalam dua tahun terakhir karena Amerika Serikat dan Rusia telah meninggalkan perjanjian pengendalian senjata nuklir yang sudah lama ada, mulai mengembangkan senjata nuklir jenis baru dan memperluas kemungkinan penggunaan senjata nuklir. ” tulis para peneliti Princeton