Mataram – Berdasarkan hasil gelar khusus perkara yang menjadi perhatian publik dalam hal mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan, Polda NTB akhirnya memutuskan untuk menghentikan perkara yang menimpa Murtede alias Amaq Sinta yang menjadi korban begal tetapi harus ditetapkan sebagai tersangka.
Hal ini disampaikan oleh Kapolda NTB Irjen Pol Djoko Poerwanto dalam jumpa pers di Loby kantor Polda NTB, (16/4/2022).
“gelar perkara khusus dihadiri oleh penyidik itu sendiri, pengawas internal Polda yang terdiri dari Propam, Itwasda dan dari Intel. Diikutkan juga dalam gelar itu adalah ahli pidana,” jelasnya.
Hasil keputusan dalam gelar khusus tersebut diambil berdasarkan pasal 184 KUHAP sesuai keterangan saksi, keterangan ahli dan terperiksa tentang hilangnya nyawa dua orang dan penetapan tersangka M alias AS.
“Menyimpulkan bahwa terdapat fakta yang disampaikan dalam gelar perkara khusus tadi , yang dilakukan oleh saudara M alias AS adalah perbuatan pembelaan terpaksa. Sehingga pada saat ini tidak diketemukannya unsur melawan hukum baik secara formil dan meteril,” jabarnya.
Menurut Djoko, keputusan dari gelar perkara tersebut berdasarkan peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, Pasal 30 tentang penyidikan tindak pidana bahwa penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
“Peristiwa yang dilakukan oleh Amaq Sinta merupakan untuk membela diri sebagaimana Pasal 49 Ayat (1) KUHP soal pembelaan terpaksa,” ujar Djoko.
Menurutnya, sesuai dengan peraturan Kapolri nomor 6 tahun 2019 di pasal 30, berkaitan dengan penyidikan tindak pidana bahwa penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum kemanfaatan dan keadilan.
Hal ini senada dengan pernyataan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo yang menekankan bahwa, penghentian perkara tersebut dilakukan demi mengedepankan asas keadilan, kepastian dan terutama kemanfaatan hukum bagi masyarakat.
“Dalam kasus ini, Polri mengedepankan asas proporsional, legalitas, akuntabilitas dan nesesitas,” kata Dedi.