Nusavoice– Ratusan aktifis menggelar unjuk rasa di depan Komite olimpiade Internasional di kota Lausanne, Swiss menuntut agar negara Israel dilarang ikut berkompetisi di Olimpiade 2024 lataran saat ini sedang terjadi “pembantaian’ di Gaza, Palestina, Rabu 12 Juni 2024.
Dikutip dari Middle Eyes Monitor, para pengunjuk rasa berkumpul dengan tangan dicat merah kemudian mereka meninggalkan bekas tangan dengan cat merah tersebut di pintu masuk gedung sebagai upaya meyakinkan Komite untuk mengambil tindakan terhadap Israel.
Para pengunjuk rasa mengangkat spanduk bertuliskan: “Mari kita larang negara Israel yang melakukan genosida. dari Olimpiade.”
Mereka menyebut Israel sebagai “negara kriminal” karena dua orang pejabat tinggi Israel yaitu perdana menteri Benyamin Netanyahu dan menteri pertahanannya Yoav Gallant telah dimintakan surat perintah penangkapan oleh Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional karena dituduh telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Para pengunjuk rasa juga menerbitkan brosur bertuliskan “Israel mengolok-olok keputusan Pengadilan Kriminal Internasional serta Mahkamah Internasional,” kata sebuah brosur mereka juga mendesak agar sanksi dijatuhkan terhadap Tel Aviv.
Pengunjuk rasa juga meminta Presiden Prancis, Emmanuel Macron, sebagai negara penyelenggara Olimpiade untuk memutus hubungan diplomatik dengan Israel, khususnya hubungan senjata, memberlakukan boikot budaya dan akademis terhadap negara tersebut, serta mengakhiri perjanjian yang mengizinkan warga negara Prancis untuk bertugas di tentara Israel. Sekitar 4.000 warga Perancis saat ini berpartisipasi dalam serangan militer Israel di daerah kantong tersebut.
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan menentang “genosida” Israel, sambil mengibarkan bendera Palestina dan spanduk bertuliskan “Boikot Israel, boikot genosida”, “Kemanusiaan telah gagal” dan “Bebaskan Palestina”.
Protes damai tersebut hanya berlangsung selama dua jam dan berakhir tanpa campur tangan polisi.
Israel telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutal yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Hingga saat ini, Lebih dari 37.200 warga Palestina telah terbunuh di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, dan lebih dari 84.900 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Delapan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang dalam keputusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasinya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang.