MATARAM-Universitas Mataram sedang menyiapkan diri menjadi perguruan tinggi berbasis riset dan berdaya saing internasional pada tahun 2025. Perguruan tinggi negeri terbesar di NTB ini pun memastikan, mimbar akademik terbuka untuk tokoh manapun.
“Unram tidak pernah menolak tokoh. Siapa saja. Menjadi kultur Unram untuk selalu menjaga kebebasan mimbar akademik,” kata Rektor Universitas Mataram Prof H Bambang Hari Kusomo , melalui Siaran Pers kepada Media, Senin (5/9/2022)
Alih-alih melarang-larang, Unram justru kata Prof Bambang, memberikan ruang besar bagi berkembangnya gagasan, kajian, dan pemikiran. Bahkan, Unram menyiapkan karpet merah untuk hal tersebut.
Namun begitu, Guru Besar Fakultas Pertanian ini mengingatkan, mimbar akademik bukanlah kebebasan tanpa tanggung jawab. Mimbar akademik Unram memiliki wibawa ilmiah dimana menjadi tempat menyampaikan pikiran dan pendapat secara terbuka yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang telah teruji secara ilmiah.
Karena itu, Unram tidaklah mungkin menyiapkan mimbar akademik untuk menjadi ajang caci maki. Tempat mem-bully pihak lain hanya lantaran pihak tersebut berseberangan pemikiran atau cara pandang dengan tokoh yang sedang berbicara di mimbar.
“Jangan ada hidden agenda. Kebebasan mimbar akademik bukan tempat untuk mencemooh figur dan tokoh tertentu. Bukan tempat untuk menjatuhkan pemerintah. Bukan pula tempat untuk mendungu-dungukan pihak lain lalu menempatkan diri sendiri sebagai satu-satunya pemilik kebenaran,” tandasnya.
Kultur kekebasan mimbar akademik yang seperti itu kata Prof Bambang berlaku universal. Bukan hanya di Unram saja. Alumnus Massey University, Selandia Baru ini lalu menuturkan, bagaimana negara liberal seperti Australia maupun Selandia Baru, juga menerapkan kultur serupa. Sehingga betapa pun liberalnya ruang untuk menyampaikan gagasan dan pandangan di sana, mimbar akademi tidak menjadi ruang menyampaikan caci maki atau memojok-mojokkan figur yang tidak disukai.
Sebagai akademisi yang memiliki rekam jejak panjang di dua negara di selatan bumi tersebut, Prof Bambang tahu persis akan kultur itu. Guru Besar kelahiran Lombok Timur tahun 1965 ini menamatkan pendidikan doktoralnya di Massey University setelah sebelumnya menamatkan pendidikan di Australia. Semenjak 2017 hingga saat ini, Prof Bambang pun menjadi Adjunct Lecturer di Massey University. Sebagai Profesor Tamu, salah satu tugasnya adalah sebagai penguji disertasi mahasiswa S3 di perguruan tinggi yang masuk rangking 250 besar dunia tersebut.
“Mimbar akademik adalah mimbar yang bermartabat. Didasarkan pada kajian-kajian yang ilmiah. Bukan atas dasar asumsi-asumsi,” tandasnya.
Bahkan di dalam agama Islam pun kata Prof Bambang, jika ada pemimpin yang keliru, agama tidak menganjurkan umatnya mengkritik pemimpinnya secara vulgar di depan orang banyak. Sebab, hal tersebut sama saja memang hendak mempermalukan pemimpin.
“Kalau menutur saya, apa yang diajarkan agama itu adalah nilai yang paling tinggi. Karena datang dari Yang Mahakuasa,” imbuhnya.
Pun begitu, kampus juga bukanlah tempat untuk berpolitik praktis. Kampus hanya tempat untuk belajar politik bagi para civitas akademikanya. Dan oleh karenanya, kampus harus terbebas dari kegiatan politik praktis tersebut.
Karena itu, Prof Bambang menampik dengan tegas pandangan sejumlah pihak yang kini berusaha menggiring opini publik, seolah-olah Unram menolak figur-figur tertentu untuk menghadiri kegiatan yang terkait dengan mimbar akademik.
Tak ada yang keliru manakala mahasiswa mengundang tokoh idola mereka untuk memberikan pencerahan dalam forum ilmiah. Begitu halnya, tak ada yang keliru pula manakala pihak kampus menyampaikan pandangannya terhadap rambu-rambu dan kaidah mimbar akademik yang harus sama-sama dijunjung, mengingat otoritas kampus juga berkaca pada pengalaman serupa yang pernah terjadi di masa-masa sebelumnya.
*Visi Unram 2025*
Sementara itu, terkait dengan Visi Unram 2025, Prof Bambang yang genap enam bulan memimpin Unram ini menegaskan, Unram kini sedang bersiap menjadi Perguruan Tinggi Berbasis Riset dan Berdaya Saing Internasional. Saat ini, Unram sedang melompat jauh dengan menggalng banyak kerja sama internasional.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah Duta Besar negara-negara Eropa telah datang berkunjung secara langsung ke Unram. Mulai dari Duta Besar Uni Eropa hingga Duta Besar Swedia di Indonesia. Kerja sama dengan perguruan tinggi ternama di luar negeri pun telah dilakukan. Antara lain dengan perguruan tinggi di Korea Selatan. Juga dengan sejumlah perguruan tinggi di Australia.
“Dalam waktu dekat pula, sejumlah perguruan tinggi dari Jepang juga akan datang untuk kerja sama ini,” kata Prof Bambang.
Unram juga sebelumnya telah mengirimkan delegasi ke Prancis dan Italia, untuk kerja sama serupa. Demikian halnya dengan negara-negara di Asean. Seluruh kerja sama tersebut terkait dengan implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Semenjak memangku jabatan sebagai Rektor Unram, jumlah mahasiswa internasional yang menimba ilmu di Unram pun kini jumlahnya terus bertambah. Jika tahun-tahun sebelumnya, jumlah mahasiswa internasional di Unram paling banter 35 orang, saat ini jumlahnya sudah 191 orang.
“Mereka berasal dari delapan negara,” katanya.
Unram juga menggalang kalangan perbankkan untuk menyiapkan beasiswa bagi mahasiswa dari luar negeri yang ingin menempuh pendidikan di Unram.
Terkait Merdeka Belajar, yang berkaitan erat dengan salah satu indikator kinerja utama, Unram pun telah membentuk unit kerja yang secara khusus terkait hal tersebut. Unram juga kini sedang menyiapkan program percepatan kelulusan yang memberi ruang bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan S1 ke program Magister hanya dalam rentang waktu lima tahun.
Praktiknya, mahasiswa S-1 di tingkat akhir yang sedang menyusun tugas akhir di semester tujuh dan delapan dan sudah tak memiliki lagi beban kuliah, secara paralel bisa menempuh pembelajaran untuk mata kuliah semester satu dan semester dua program magister. Sehingga setelah mereka wisuda, sudah langsung bisa melanjutkan kuliah semester ketiga dan keempat di program magister.