Nusavoice– Sebuah survei global, Edelman menemukan bukti bahwa lebih dari sepertiga konsumen telah memboikot merek karena pandangan mereka terhadap perang Israel melawan Gaza.
Dikutip dari Middle Eyes Monitor, Jumat (14/6) Trust Barometer Edelman tersebut mensurvei 15.000 konsumen di seluruh dunia, termasuk di UEA, Arab Saudi, Inggris, AS, dan India.
Di Arab Saudi, 72 persen responden menghindari merek yang mereka yakini mendukung salah satu pihak dalam perang Israel di Gaza. Demikian pula, 57 persen responden di UEA mengatakan mereka tidak akan membeli dari merek yang dianggap mendukung suatu pihak.
Perusahaan-perusahaan yang yang dimaksud adalah sebagian besar berbasis di AS seperti Starbucks, McDonald’s dan Coca-Cola. Perusahaan tersebut menghadapi tantangan besar akibat boikot di Timur Tengah.
Meskipun banyak perusahaan menyatakan mereka tidak mendukung pihak tertentu dalam perang Israel di Gaza.
McDonald’s misalnya, baru-baru ini melaporkan penurunan penjualan pada kuartal pertama akibat boikot tersebut. Hal ini menyusul pengumuman pemegang waralaba McDonald’s di Israel, Alonyal, bahwa ia akan memberikan makanan gratis atau diskon kepada anggota pasukan Pendudukan Israel setelah dimulainya perang di Gaza.
Akibatnya, pembela Hak Asasi Manusia di seluruh dunia menyerukan boikot terhadap rantai makanan cepat saji tersebut, sehingga dilaporkan menyebabkan kerugian, terutama di Timur Tengah. Meskipun beberapa gerai McDonald di Timur Tengah menganggap bahwa pengumuman tersebut bersifat Individual “khusus McDonald Israel” namun berimbas ke penjualan mereka.
Pada bulan Maret 2024, Starbucks juga mengumumkan akan memberhentikan ribuan karyawannya di Timur Tengah karena dampak boikot terkait perang Israel di Gaza.
Dari hasil survei tersebut, terungkap bahwa 78 persen pelanggan menghindari merek berdasarkan negara asal mereka. Sedangkan secara keseluruhan, 60 persen konsumen di seluruh dunia memilih merek berdasarkan pendirian politik mereka, atau meningkat 2 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Laporan tersebut lebih lanjut menyoroti bahwa tindakan merek sehari-hari dianggap bersifat politis.
Sebagian besar responden juga menyatakan bahwa kepercayaan lebih penting daripada layanan pelanggan, reputasi dan kenyamanan ketika memilih suatu merek produk.